Bismillah
PERCIKAN AL QUR’AN (6)
مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ ٱلْءَاخِرَةِ نَزِدْ لَهُۥ فِى حَرْثِهِۦ ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ
Mang kāna yurīdu ḥarṡal-ākhirati nazid lahụ fī ḥarṡih, wa mang kāna yurīdu ḥarṡad-dun-yā nu`tihī min-hā wa mā lahụ fil-ākhirati min naṣīb
Artinya: Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat
Faidah
Al Qur’an surah as-Syura ayat 20 ini berbicara tentang manusia, kehendak dan ikhtiarnya, orientasi dan tujuan hidupnya, serta bagaimana Allah memberikan respon dan apresiasi terhadap orientasi, tujuan, kehendak dan ikhtiar manusia tersebut.
Ada dua kategori manusia:
pertama , manusia dengan orientasi, tujuan kehendak dan ikhtiar ukhrawi;
kedua , manusia dengan orientasi, tujuan, kehendak dan ikhtiar duniawi.
Manusia ukhrawi akan mendapatkan bagiannya di akhirat, dan akan memperoleh juga bagiannya di dunia. Sedangkan manusia duniawi hanya akan mendapatkan bagiannya di dunia saja, namun tidak memperoleh bagiannya di akhirat.
Pencapaian “bagian” dimaksud apakah ukhrawi ataupun duniawi bermula dari iradah (مَن كَانَ يُرِيدُ). Iradah adalah energi penggerak yang bersifat intrinsik dalam diri manusia. Ia dibentuk dan dipengaruhi oleh pengetahuan, pemahaman, penghayatan, pengalaman, kebutuhan dan prioritas2 hidupnya.
Mengelola iradah bisa bermakna mengelola input pengetahuan, membangun struktur pemahaman, meningkatkan pengayaan penghayatan dan pengalaman serta menakar dan menimbang kebutuhan dan prioritas-prioritas dalam kehidupannya.
Semoga kita diberi kemampuan untuk menjaga iradah kita sehingga senantiasa berada dalam koridor ukhrawi. Aamiin??* – AAF